oleh

DKP Provinsi Bengkulu Rekomendasikan 2 Ribu Nelayan Daerahnya Untuk Jadi Penangkap Benur Resmi

Jakarta Geomaritimnews, –  Sekitar dua ribu nelayan di daerah Provinsi Bengkulu mendapatkan rekomendasi sebagai nelayan penangkap benih bening lobster (BBL).Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu Sri Hartati , pihaknya kini telah mengeluarkan rekomendasi ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Ada sekitar dua ribu orang nelayan asal Kabupaten Kaur, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Utara dan Kota Bengkulu yang kita rekomendasikan untuk ditetapkan sebagai penangkap BBL,” kata Sri di Bengkulu, Senin.

Pemberian rekomendasikan itu, tambahnya,  memang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) KP nomor 12 tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting dan rajungan di wilayah Negara Republik Indonesia.

Nelayan yang direkomendasikan itu pun telah memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh Permen tersebut, diantaranya yaitu merupakan nelayan kecil, berdomisili di daerah penangkapan dan terdaftar sebagai nelayan penangkap benih bening lobster pada sistem aplikasi pengelolaan perikanan lobster (e-Lobster).

Kendati demikian, Sri menyebut tidak mengetahui ada berapa banyak perusahaan eksportir yang melakukan kegiatan usaha pengumpulan benur di Provinsi Bengkulu karena perusahaan eksportir tersebut tidak melakukan pengurusan izin di pemerintah provinsi melainkan langsung ke Kementerian KP.

Selain itu, pengurusan menerbitkan surat keterangan asal benih (SKAB) yang menjadi salah satu syarat perusahaan eksportir bisa melakukan pengumpulan benih lobster juga tidak menjadi kewenangan pemerintah provinsi, melainkan pemerintah kabupaten di lokasi penangkapan benur.

“Jadi kabupaten yang mengeluarkan SKAB sehingga kami tidak tahu ada berapa banyak eksportir benur yang masuk ke Provinsi Bengkulu ini,” ucapnya.

Minimnya anggaran juga menjadi kendala pihaknya tidak melakukan pengawasan untuk memastikan agar pengumpulan benih lobster itu tidak dilakukan secara besar-besaran dan tetap mematuhi Peraturan Menteri KKP nomor 12 tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting dan rajungan.

Padahal, kata Sri, ada banyak praktik ekspor benur di Bengkulu yang tidak sesuai dengan yang diatur oleh Permen KKP nomor 12 tahun 2020 tersebut. Salah satunya seperti perusahaan eksportir tidak membuat tempat budidaya benur.

Ekspor benur yang terjadi di Bengkulu dimulai dari nelayan lokal mengumpulkan benih lobster, kemudian dibeli oleh perusahaan eksportir melalui rekanannya di Bengkulu, baru kemudian dikirim ke luar negeri.

“Seharusnya tidak boleh seperti itu. Harus ada budidaya dulu di Bengkulu, harus ada pelepasliaran ke perairan setelah dibudidaya, baru kemudian diekspor. Tetapi yang terjadi tidak seperti itu,” katanya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed