oleh

KKP Upayakan Kontinuitas Ketersediaan Sentra Ekonomi Garam Rakyat. 

Jakarta, Geomaritimnews, – Demi menjamin kontinuitas ketersediaan komoditas garam di masyarakat. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berfokus pada produktivitas komoditas garam secara kualitas dan kuantitas.

“Sekitar 63 kabupaten/kota memiliki potensi besar menjadi lokasi tambak garam. Namun saat ini, produksi garam di Indonesia hanya sekitar 70 persennya berada di Pulau Jawa-Madura,” ujar  Direktur Jasa Kelautan KKP Miftahul Huda dalam Bincang Bahari yang digelar daring ” Potret Garam Nasional ,” Selasa 29 Juni 2021.

Presiden telah memberikan izin prakarsa bagi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Undang Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Selanjutnya izin prakarsa tersebut dirumuskan dalam Peraturan Presiden tentang percepatan produksi pergaraman nasional dan didalamnya terwujudnya Sentra Ekonomi Garam Rakyat yang menggabungkan hulu sampai hilir, mulai dari pra produksi, produksi, teknologi pengolahan,  paska produksi, dan  pemasaran.

KKP berupaya menjadikan setiap kawasan kabupaten dengan luas tertentu dapat menghasilkan atau produksi garam dengan skala tertentu, menjadi sentra ekonomi garam rakyat.

Dalam percepatan produksi garam tersebut,  KKP mencoba mengenalkan konsep integrasi lahan yang memadukan teknologi seperti geomembran dan ulir filter, yang dapat menghasilkan garam dengan kualitas yang lebih baik.  Saat ini Indonesia masih menggunakan teknologi evaporasi atau penguapan dalam skala yang sangat luas.

“Dari 30 ribu hektar lahan garam , 99 persen masih menggunakan teknologi evaporasi atau tambak garam,” kata Miftahul Huda

Integrasi lahan yang memasukkan seluruh aspek sehingga tercipta pengelolaan kawasan pergaraman secara terpadu, intensif, berskala besar yang membutuhkan lahan yang luas dengan mengadopsi model pengelolaan usaha tani dengan melibatkan petambak garam rakyat

Selain itu, Pemerintah telah memperkenalkan teknologi tunnel atau terowongan. Teknologi ini menggunakan radiasi cahaya matahari sebagai filter air garam sehingga proses kristalisasi garam berlangsung cepat dan sempurna, hasilya kristal berwarna putih. Penerapan teknologi ini telah dilakukan di Kebumen, Pantai Selatan Jawa.

Terobosan lainnya, pada KKP juga telah memperkenalkan teknologi rekayasa washing plant pada 6500 -7.000 ha. Tujuh lokasi diantaranya berada di Indramayu, Krangkeng, Pesantunan, Brebes, Cilamaya Wetan Karawang.

Pada webinar ini, Koordinator Pusat dan Kerjasama Pusat Riset Kelautan, Irfan Ridlo Suhelmi memaparkan produksi garam dari proses evaporasi sangat tergantung dari iklim cuaca. Sampai bulan Juni, masih banyak hujan sehingga produksi garam turun. Kondisi ini sama seperti di 2016, ketika hujan berlangsung sepanjang tahun.

“India, dengan luas lahan tambak mencapai 246 ribu ha atau 10 kali lipat dari Indonesia,  memiliki produktivitas 89 ton/ha/musim. Ini jauh lebih tinggi dari Indonesia yang hanya rata-rata 70 ton/ha/musim,” ujarnya.

Peneliti Pusat Riset Kelautan KKP, Rikha Bramawanto menambahkan ada tiga metode untuk produksi garam yaitu solar salt (evaporasi menggunakan tenaga matahari), rock salt (memanen garam di dalam kandungan batuan) dan vacuum salt (evaporasi dengan menggunakan alat buatan seperti perebusan).

“Dalam memproduksi garam yang berkualitas kita harus memperhatikan tingkat kepekatan berapakah garam akan muncul atau mulai dilakukan pengkristalan,” katanya.

Menurut Rikha Bramawanto, sebagian besar proses produksi garam rakyat menerapkan sistem Maduris. Butiran kristal garam yang terbentuk di meja kristalisasi akan dipanen seluruhnya.

”Namun demikian, hanya teknologi Tunnel, Prisma dan Bestekin yang mampu dilakukan sepanjang tahun, Ini membutuhkan kesiapan SDM, lahan dan modal kerja,”ujarnya.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed