oleh

Kini KKP Akan Gunakan Prinsip Ekonomi Biru Dalam Kelola Laut Indonesia

Jakarta, Geomaritimnews, – Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Indonesia kini akan menerapkan ekonomi biru dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan, khususnya di bidang perikanan tangkap.

“Kita bisa memikirkan kelautan kita bersama-sama. Dimana kita bisa berdiskusi menjaga ekologi dan ekonomi. Salah satunya dengan penangkapan ikan secara terukur,” ujar Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono saat membuka pembicaraan.

Penegasan tersebut disampaikan saat audiensi bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL) secara virtual pada Senin (5/7) lalu. Sebagai catatan, Wilayah Pengelolaan Perikanan-Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru & Laut Timor Bagian Timur. Wilayah tersebut merupakan salah satu daerah penangkapan udang dan ikan demersal yang paling produktif di Indonesia.

Lebih lanjut Trenggono menyampaikan, saat ini KKP tengah membuat model untuk acuan dalam memanfaatkan sumber daya ikan secara terukur. Untuk mendukung pembuatan model tersebut, dibutuhkan data potensi sumber daya ikan yang komprehensif. Model yang sedang dibangun nantinya lebih mudah diimplementasikan.

“Saya sudah diskusi dengan berbagai pihak termasuk internal, sehingga saya punya pemikiran bahwa bagaimana model penangkapan terukur bisa kita adopsi. Kita ada WPP dari WPP 517 hingga WPP 718,” tambah Menteri Trenggono.

Dalam diskusi yang sama, KKP juga membahas tentang tiga program prioritas, salah satunya meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui skema paskaproduksi. Penerimaan tersebut akan digunakan untuk memperbaiki subsektor perikanan tangkap. Ia menilai untuk menunjukkan keberpihakan terhadap para nelayan, tidak cukup dengan mengeluarkan kebijakan.

Pemerintah perlu melakukan pembangunan bagi para nelayan. Sementara, anggaran KKP hanya Rp6 triliun. Sementara KORAL, dalam audiensinya menyampaikan permintaan agar KKP tetap mempertahankan kebijakan lama dengan tidak memberikan izin penangkapan ikan kepada kapal ikan eks asing.

“Kapal-kapal ini sebelumnya bermasalah, maka menjadi penting sekali untuk berhati-hati dalam memberikan izin kembali,” kata CEO EcoNusa Bustar Maitar.

Menurut Bustar, dengan tidak memberikan izin kepada kapal eks asing, pemerintah bisa memberikan ruang yang lebih besar terhadap nelayan kecil untuk melaut dan meningkatkan kesejahteraannya. Sebagai informasi, KORAL merupakan koalisi sembilan lembaga masyarakat sipil yang peduli terhadap kelautan dan perikanan Indonesia, yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Ecosistem Nusantara Berkelanjutan (EcoNusa). Kemudian, Pandu Laut Nusantara, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Greenpeace, Destructive Fishing Watch (DFW), Terumbu Karang Indonesia (TERANGI), dan Indonesia Center for Environmental Law (ICEL).

Sebelumnya, KKP berencana kembali memberikan izin kepada kapal ikan eks asing untuk beroperasi di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Saat ini terdapat 447 kapal eks asing yang ada di Indonesia, yang dapat beroperasi kembali selama memenuhi sejumlah syarat.

Beberapa persyaratannya antara lain berbendera Indonesia, wajib menggunakan nakhkoda dan awak kapal perikanan dalam negeri, menggunakan alat penangkapan ikan sesuai dengan peraturan, mendaratkan ikan hasil tangkapan di dalam negeri, dan tidak melakukan pemindahan muatan (transhipment).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed