oleh

KKP Ungkap Penyebab Banyaknya Kasus Kapal Indonesia Yang Ditangkap Otoritas Australia Tahun 2021

Jakarta, Geomaritimnews,- Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri atau BHKLN Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agung Tri Prasetyo, menyampaikan Sebanyak 275 kasus kapal ikan Indonesia ditangkap otoritas Australia sepanjang tahun 2021 lalu karena diduga menangkap ikan secara ilegal.

“Ini kasus yang cukup tinggi. Oleh karena itu, upaya diplomasi memang sangat penting, di samping itu kita menyiapkan juga mata pencaharian alternatif,” kata Agung dalam siaran pers, Jumat, 27 Mei 2022.

Agung menceritakan sebetulnya nelayan tradisional Indonesia sudah lama menangkap sejumlah komoditas di perairan Australia sejak lama. Komoditas tangkapan itu terdiri atas lola, teripang, abalon, kerang, dan hiu yang semuanya memiliki nilai ekonomi tinggi.

Adapun lokasi penangkapan meliputi Ashmore Reef, Scott Reef, Seringapatam Reef, Cartier Island hingga jauh ke selatan sampai Marege (Arnhem Land) and Kayu Jawa (the Kimberley).

Pemerintah Australia telah mengakui hak perikanan tradisional nelayan Indonesia melalui penandatanganan perjanjian MoU Box 1974. Namun seiring perkembangan, Pemerintah Australia telah menetapkan Ashmore Reef sebagai Cagar Alam Nasional dan menutup wilayah tersebut dari aktivitas penangkapan ikan dan sumber daya laut lainnya yang sebelumnya diperbolehkan.

Perubahan status Ashmore Reef serta adanya delimitasi maritim sesuai perjanjian Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif dua negara ini yang kemudian membuat aktivitas nelayan lintas batas Indonesia – Australia semakin terbatas. Akibatnya, terjadi penangkapan ikan di luar area MoU Box.

KKP lalu menyiapkan mata pencaharian alternatif untuk nelayan pelintas batas Indonesia-Australia. Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar berharap upaya itu dapat menekan laju pelanggaran penangkapan ikan oleh nelayan Indonesia di wilayah perairan Australia.

“Mata pencaharian alternatif sangat penting mengingat kegiatan penyadartahuan dan penegakan hukum saja tidak akan berarti tanpa disertai solusi terkait peningkatan pendapatan nelayan lintas batas,” kata Antam.

Koordinator Perencanaan Umum Biro Perencanaan KKP Siddiq Pratomo, menjelaskan salah satu program prioritas kementerian adalah membangun Kampung Budidaya berbasis kearifan lokal sehingga bisa menjadi solusi pekerjaan baru bagi nelayan pelintas batas. Apalagi kegiatan budidaya bukan hal baru bagi masyarakat NTT, khususnya budidaya rumput laut.

KKP juga akan akan menerapkan kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota yang membutuhkan banyak tenaga kerja ABK. Ada juga program Kampung Nelayan Maju yang diyakini dapat mendorong para nelayan pelintas batas untuk tidak lagi menangkap ikan di perairan Australia, mengingat potensi sumber daya alam di NTT juga sangat besar.

Selain dukungan pembiayaan melalui BLU LPMUKP yang dapat dioptimalkan, tiap-tiap unit kerja bisa berkolaborasi dalam menghadirkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan pelintas batas khususnya nelayan di wilayah Rote Ndao.

Selama ini permasalahan nelayan lintas batas telah dibahas secara bilateral oleh KKP dan Australia. Di antaranya pertemuan antara Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dan otoritas terkait Australia di Jakarta menjelang akhir tahun 2021.

Pada pertemuan Indonesia-Australia Fisheries Surveillance Forum (IAFSF) yang dilakukan akhir Maret 2022 dan pertemuan lanjutan IAFSF di pertengahan Mei 2022.

Serta pertemuan awal internal interkementerian yang diselenggarakan BHKLN KKP pada 20 Januari 2022 telah disepakati bahwa salah satu solusi permasalahan nelayan lintas batas Indonesia-Australia adalah alternative livelihood (mata pencaharian alternatif).

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed