oleh

Banyak yang Terbengkalai, KKP Rencanakan Alih Fungsi Anjungan Migas Nonaktif

Jakarta, Geomaritimnews, – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkeinginan mengalihfungsikan anjungan migas nonaktif untuk kepentingan sektor kelautan dan perikanan nasional. KKP, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, serta SKK Migas tengah berupaya mencari jalan keluar untuk mendanai atau memanfaatkan pembongkaran anjungan hulu migas yang sudah tidak aktif.

“Kami melihat bahwa anjungan ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan nilai ekonomi melalui budi daya ikan atau untuk merehabilitasi lingkungan sebagai terumbu karang buatan,” kata Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (17/7).

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM terdapat sekitar 600 anjungan migas lepas pantai (AMLP) yang berdiri di atas perairan Indonesia. Dari jumlah tersebut, terdapat102 anjungan lepas pantai yang sudah tak beroperasi dan perlu segera dibongkar karena menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan navigasi.

Decommissioning anjungan migas merupakan kegiatan untuk menutup fasilitas dan memulihkan kondisi lingkungan sekitar fasilitas, yang merupakan salah satu tahapan dalam siklus proyek minyak dan gas bumi. Decommissioning membutuhkan biaya besar dan hal teknis lainnya yang tentunya tidak mudah, sehingga diperlukan adanya alternatif pemanfaatan dari anjungan migas lepas pantai ini.

Sjarief memaparkan bahwa pada 2019 telah disepakati pembentukan kerja sama Korea-Indonesia Offshore Research Cooperation Center (KIORCC). Kerja sama ini berlanjut hingga 2022 dengan fokus kegiatan utama adalah feasibility study pemanfaatan platform di wilayah kerja migas RI.

Ia menuturkan bahwa kerja sama tersebut telah menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk pemanfaatan kembali anjungan lepas pantai yang ditinggalkan untuk sektor kelautan dan perikanan, seperti terumbu buatan (rigs-to-reef/R2R), budi daya lepas pantai (rigs-to-fishfarms/R2F), stasiun penelitian kelautan, ruang penyimpan ikan, dan wisata bahari.

“Studi dari hasil kerja sama tersebut memberikan solusi kepada pemerintah tentang cara mengelola platform minyak yang ditinggalkan dan tidak digunakan yang telah menjadi masalah selama beberapa tahun,” jelas Sjarief.

Menurut dia, hasil perhitungan ekonomi pun menunjukkan bahwa opsi R2R dan R2F tidak hanya memberikan solusi pengurangan biaya pembongkaran, akan tetapi juga memberikan nilai tambah bagi lingkungan dan masyarakat pesisir.

Tahun 2020, Pusat Riset Kelautan KKP akan melakukan rangkaian penelitian yang sama untuk dua AMLPyang berada di sekitar Pulau Kangean yang dikelola oleh PT Pertamina Kangean Energi Indonesia, diikuti lima AMLP milik PT Pertamina Offshore South East Sumatera dan duaAMLP milik PT Pertamina Offshore North West Java pada 2021.

Tahun 2021-2022, direncanakan pilot project R2R untuk tigaAMLP Attaka dengan merujuk pada hasil penelitian Pusat Riset Kelautan dan Korean Maritime and Ocean University Consortium (KMOUC) pada 2017.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed