oleh

Polemik Perizinan Tambang Tailing, Menko Marves Klaim Pembuangan Limbah Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan

Jakarta, Geomaritimnews, – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan sedang memproses izin deep-sea mine tailings placement (DTSP) atau penempatan tambang tailing ke dalam laut. Saat ini terdapat empat perusahaan yang mengajukan izin pembuangan limbah tailing ke laut.

“Perizinan masih dalam proses,” ujar Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, Selasa, (21/7).

Kementerian sejak awal tahun ini mengkaji proses DTSP di dua kawasan industri nikel berbeda, yakni di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.

Berdasarkan kajian Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) beberapa waktu lalu, proyek pembuangan tailing ini akan menambah kehancuran wilayah pesisir dan pulau kecil di Pulau Obi. Di pulau tersebut terdapat 14 perusahaan tambang nikel yang mengeruk daratan pulau yang memiliki luas 254,2 hektare.

Aktivis lingkungan, Chalid Muhammad, sempat menyarankan Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak ikut merestui perusahaan untuk membuang sampah tailing ke laut. “Ini bukan inisiatif Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pembahasannya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan belum pernah dibahas di KKP,” tutur Chalid, kemarin.

Menurut Chalid, seandainya pembuangan tailing diizinkan, pemerintah akan mengalami kemunduran. Sebab, di banyak negara, kebijakan DTSP telah dilarang karena merugikan ekosistem. Begitu juga dengan Kanada, yakni negara yang pertama kali memberikan izin DTSP tersebut.

Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi mengkritik upaya pemerintah mengkaji pembuangan limbah tailing ke laut. Menurut dia, rencana itu sebaiknya segera diurungkan karena akan menyebabkan kerusakan ekosistem dan merugikan nelayan konvensional.

“Kalau tailing dibuang ke laut, yang akan bertahan bisa tangkap ikan hanya kapal kapal besar milik perusahaan. Nelayan kecil akan punah bersamaan dengan matinya ekosistem ZEE (zona ekonomi eksklusif),” ucapnya.

Menjawab kritik tersebut, Jodi mengatakan proses DTSP atau penempatan tambang tailing ke dalam laut menjadi opsi dari pembuangan akhir pencucian asam tingkat tinggi alias high pressure acid leaching (HPAL) yang disesuaikan dengan kondisi dua daerah tersebut.

“Karena di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara masih memiliki potensi gempa apabila dilakukan damn tailing di darat,” tutur Jodi.

Untuk menjaga ekosistem, pembuangan limbah diklaim akan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Jodi memastikan proses DSTP sudah melalui desain dan uji ilmiah oleh pakar berpengalaman, baik di luar maupun dalam negeri.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed