oleh

Program PEN Dapat Diaplikasikan Kepada Nelayan Melalui Subsidi Pembayarn Premi Asuransi

Jakarta, Geomaritimnews, – Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) nelayan dengan Pola melalui subsidi pembayaran premi asuransi bisa diaplikasikan dengan mentargetkan kalangan nelayan.

Hal tersebut disampaikan oleh Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Muslim,

Terlebih sejak 2020 lalu, subsidi pembayaran premi asuransi bagi nelayan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dihentikan. Tak lain lantaran anggaran yang harus dialokasi untuk penanganan pandemi Covid-19.

”Kita harap tahun depan nelayan bisa dipertimbangkan untuk menjadi bagian dari lingkup kerja PEN dengan pola bantuan premi asuransi ini,” tegasnya, (22/8).

Program PEN sendiri ditujukan untuk memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Dimulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor UMKM. Program ini diharapkan dapat memperpanjang nafas UMKM dan meningkatkan kinerja mereka yang berkontribusi pada perekonomian.

Sisi lain, menilik data BPS, pertumbuhan ekonomi dari sisi produksi pun disumbang sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 17,92 persen. Artinya, pada dasarnya kontribusi nelayan pun tak jauh berbeda seperti UMKM yang turut menopang perekonomian.

”Paling tidak hasil dari kontribusi sektor ini seperti data riil BPS itu bisa didapatkan manfaatnya oleh nelayan,” katanya.

Kondisi fiskal daerah diakuinya  amat terbatas. Belum lagi Surat Keputusan Bersama oleh Mendagri dan Menkeu yang mengimbau sebagian APBD dialokasikan untuk penanganan Covid-19, makin memperkecil kesempatannya. Ditambah efisiensi pengurangan dana transfer dari pusat yang ikut berdampak pada alokasi masing-masing sektor di daerah.

Untuk itu, anggaran PEN dinilai paling tepat untuk ditujukan langsung membantu nelayan. ”PEN pusat menjadi yang tepat, paling tidak kriteria penerimanya bisa diperluas,” imbuhnya.

Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN) sendiri dimaksudkan untuk menjamin kegiatan nelayan yang lebih baik dan terlindungi dalam kegiatan usaha penangkapan ikan. Sayangnya, kesadaran nelayan untuk mendaftarkan diri dengan program premi asuransi secara mandiri amat rendah. Biaya sebesar Rp 175 ribu per jiwa yang harus dikeluarkan dinilai cukup berat. Tak sebanding dengan biaya operasional yang harus dikeluarkan selama melaut. Sedangkan hasil tangkapan sendiri bergantung pada iklim.

”Mereka jaring, belum tentu semuanya langsung dapat. Ini yang membuat nilai pengeluaran segitu amat berat bagi nelayan,” imbuhnya.

Erwin Sasongko, branch Manager Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) NTB mengatakan jumlah nelayan terdaftar asuransi nelayan secara mandiri tahun 2020 hanya 196 peserta. Jauh menurun dibanding tahun 2019 yang mencapai 1.297 peserta. Sementara penerima BPAN tahun 2019 telah menyasar 2.999 peserta.

”Data pendaftar premi mandiri baru bisa dilihat saat akhir tahun. Sedangan BPAM 2021 dan 2020 absen karena dialokasi penanganan Covid-19,” jelasnya.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed