oleh

KPK Periksa Sekjen KKP Sebagai Saksi Dugaan Suap Izin Ekspor Benur Lobster

Jakarta, Geomaritimnews, – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Inspektur Jenderal KKP Muhammad Yusuf dan menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar. Keduanya akan bersaksi dalam penyidikan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) yang menjerat eks Menteri KP Edhy Prabowo.

“Benar, hari ini tim penyidik KPK mengagendakan pemanggilan sebagai saksi yaitu Sekjen dan Irjen KKP dalam perkara dugaan suap di Kementerian KKP dengan tersangka EP (Edhy Prabowo) dkk,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu (17/ 03/2021).

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK untuk segera memeriksa Antam Novambar terkait kasus ekspor benih lobster.

ICW menilai keterangan mantan Kabareskrim layak didengarkan dalam kasus ini. Nama Sekjen KKP Antam Novambar sempat disinggung KPK saat menyita uang Rp52,3 miliar. Uang diduga berasal dari para eksportir benih lobster untuk Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.

KPK menduga uang itu ada kaitan instruksi Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan kepada Sekjen KKP Antam Novambar.

Instruksi itu ialah surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan Bank (Bank Garansi) dari para Eksportir kepada Kepala BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan).

Padahal, diduga tidak ada aturan penyerahan jaminan bank itu.

“Maka dari itu, ICW mendesak agar KPK segera memanggil seluruh pihak yang disebutkan, termasuk Sekjen KKP, Antam Novambar,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangannya, Selasa (16/3/2021).

Kurnia menilai hal tersebut sangat penting karena berkaitan dengan kasus.

Pemeriksaan dinilai perlu untuk memperjelas maksud di balik perintah Edhy Prabowo terkait Bank Garansi.

“Sebab, bukan tidak mungkin uang yang disita oleh KPK adalah bagian dari komitmen fee pihak swasta yang sebenarnya ditujukan ke pejabat-pejabat Kementerian. Selain itu, jika nantinya KPK telah mengirimkan surat panggilan, maka, diharapkan yang bersangkutan dapat kooperatif dan memenuhi undangan pemeriksaan tersebut,” kata Kurnia.

Ia kemudian menyinggung dalam hukum pidana dikenal dengan konsep penyertaan yang tertera dalam Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Aturan itu menjelaskan bahwa dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana termasuk: 1) orang yang melakukan; 2) yang menyuruh melakukan; 3) turut melakukan.

“Sejauh ini, Edhy disangka melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” kata dia.

“Sehingga tidak menutup kemungkinan, ada pihak lain, baik internal Kementerian atau pihak swasta, yang juga terlibat dalam perkara ini dengan peran-peran tertentu,” Kurnia memungkasi.

Dalam perkara ini, Edhy Prabowo melalui dua staf khususnya, Safri dan Andreau Pribadi Misanta, diduga mengakali proses perizinan bagi calon eksportir benih lobster.

Para calon eksportir itu diduga diarahkan sedemikian rupa yang berujung setoran duit.

Edhy Prabowo, melalui dua stafsusnya itu, diduga meminta sejumlah uang untuk pengurusan izin ekspor benih lobster.

Tak hanya itu, setiap eksportir diduga diarahkan untuk menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (ACK) sebagai forwarder untuk ekspor.

Diduga, PT Aero Citra Kargo memasang tarif khusus yang ujungnya menjadi setoran untuk Edhy Prabowo.

KPK baru menjerat satu orang eksportir sebagai tersangka pemberi suap yakni Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.

Saat ini, ia sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Suap diduga untuk mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor BBL kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama.

Namun, diduga masih ada eksportir lain yang diduga menyetor sejumlah uang kepada Edhy Prabowo melalui anak buahnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed