oleh

Harga Garam Lokal Terus Merosot, Serikat Nelayan Inginkan Pemerintah Stop Impor Garam

Jakarta, Geomaritimnews, – Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Nelayan NU(PPSNNU), Witjaksono mendesak pemerintah untuk menyetop impor garam dalam dua tahun ke depan, atau tepatnya pada Agustus tahun 2023, Ia juga menambahkan jika dalam jangka waktu dua tahun ke depan ini bisa dimanfaatkan pemerintah untuk melakukan pendampingan kepada petani garam.

“Mendesak pemerintah RI untuk berhenti melakukan impor garam dalam target 2 tahun ke depan sejak hari ini, atau maksimal pada Agustus 2023,” kata Witjaksono dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (24/3/2021).

Dia menyebut, pendampingan yang diberikan meliputi pendampingan intensifikasi produksi, pembukaan lahan garam baru mencapai 100.000 hektar, alih kelola teknologi dan mekanisasi, serta modernisasi pertanian garam Jika pendampingan berhasil, industri garam lokal akan mampu memenuhi syarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018. PP tersebut mengatur, kualitas garam industri harus memenuhi kadar NaCL 97 persen.

“Saya yakin apabila ada keberpihakan dari pemerintah, impor garam pasti akan stop. Tinggal masalahnya kita hitung volume,” tutur Witjaksono.

Adapun saat ini, harga garam lokal menyentuh level terendah mencapai Rp 100-200 per kilogram. Harga garam yang menyusut itu terjadi di tiga sentra produksi, yakni Indramayu, Madura, dan Nusa Tenggara Timur.

Agar harganya tidak terus menyusut, dia meminta pemerintah menetapkan harga acuan garam lokal di level Rp 700-1.000 per kilogram. Pasalnya harga garam impor yang dibeli Indonesia Rp 1.000 per kilogram. Bahkan, harga garam impor dari China mencapai Rp 1.500 per kilogram.

“Di tingkat petani sekarang Rp 100-200 rupiah per kg. Ini tentu sangat meresahkan. Kami menolak dengan tegas impor garam sejumlah 3 juta ton pada tahun 2021,” pungkas Witjaksono.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkap alasan pemerintah berencana impor garam. Alasan ini tak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yakni kurangnya kualitas garam lokal.

Kualitas dan kuantitas garam lokal disebut belum sesuai untuk kebutuhan industri. Lutfi menilai, kurang baiknya kualitas dalam negeri seharusnya bisa dilihat pelaku usaha sebagai peluang untuk memperbaiki dan mengembangkan industri garam.

“Garam itu kualitasnya berbeda. Di mana garam kita yang dikerjakan PT Garam dan petani rakyat ini belum bisa menyamai kualitas garam industri tersebut,” ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

News Feed